Tradisi Rebo Pungkasan Wonokromo Jogja
Bulan Safar adalah bulan kedua dalam penaggalan hijriah Islam. Sebagaimana bulan lainnya, ia merupakan bulan dari bulan-bulan Allah yang tidak memiliki kehendak dan berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.
Di Desa Wonokromo terdapat sebuah
upacara adat yang dikenal dengan sebutan Upacara Tradisi Rebo Pungkasan. Upacara Rebo Pungkasan pada Desa Wonokromo ini
diadakan setahun sekali pada hari Selasa (malam Rabu) di minggu terakhir bulan
Sapar. disebut demikian karena upacara ini diadakan di hari Rabu terakhir di
bulan Sapar. kata sapar identik dengan ucapan kata syafar yang berarti bulan
Arab yang ke 2. dalam perkembangannya, kata syafar tersebut menjadi salah
sebuah nama bulan Jawa yang ke 2.
Dalam tradisi ini, puncak acaranya
terjadi pada hari Selasa malam atau malam Rabu. Awalnya upacara adat ini
dipusatkan di dalam masjid dan biasanya seminggu sebelum puncak acara sudah
diadakan keramaian yaitu pasar malam di lapangan Wonokromo depan kelurahan.
Upacara adat ini dipilih pada hari Rabu, konon katanya hari
terakhir dalam bulan Sapar tersebut merupakan hari pertemua antara Sri Sultan
Hamengku Buwono I dengan mBah Kiyai Faqih Usman. Berdasarkan
pada hari itulah kemudian masyarakat menyebutnya dengan istilah upacara Rebo
Pungkasan.
Rebo Pungkasan ini diselenggarakan sebagai ungkapan
syukur kepada yang Maha Agung, serta untuk mengenang dan menghormati
seorang kyai pertama di Wonokromo (Kyai Faqih Usman atau Kyai Welit) yang mampu
menyembuhkan segala penyakit dan dapat memberikan berkah untuk kesuksesan
usaha atau untuk tujuan-tujuan tertentu. Mitos tentang Upacara Rebo Pungkasan
ada beberapa versi, namun makna dan prosesi upacara tersebut ada
kesamaan, yakni tentang kyai yang tinggal di Desa Wonokromo dan mempunyai
berbagai kesaktian.
Dalam menyambut Upacara Adat Rebo Pungkasan di Desa Wonokromo,
Pleret ini biasanya seminggu sebelum puncak acara telah terdapat stan – stan permainan
seperti dremolem, ombak banyu dan sebagainya. Kemudian
ada pasar malam yang bentuknya seperti sekaten, yakni ada yang berjualan
pakaian, makanan, mainan dan sebagainya. Tentunya juga dijumpai
orang-orang yang berjualan lemper.
Upacara tradisi Rebo Pungkasan dimulai setelah Isya’. Rangkaian
upacara malem Rebo Pungkasan ini diawali dengan upacara pelepasan Lemper
Raksasa dan Gunungan yang dilakukan di Masjid Karanganom, Wonokromo, Pleret,
Bantul. Lemper raksasa yaitu sebuah tiruan lemper yang ukuran
tinggi 2,5 meter dengan diamter 80 cm. Lemper super besar tersebut terbuat dari
bahan lemper pada umumnya, yakni beras ketan yang diisi daging ayam. Lemper
raksasa tersebut tidak semua bagiannya terisi oleh beras ketan yang berisi
daging ayam, namun hanya sekitar 1/2 meter saja yang terisi, dan sisanya hanya
merupakan properti saja.
Sehingga seolah-olah Jika Bila dilihat akan nampak
seperti lemper raksasa secara keseluruhan, akan tetapi tidak demikian yakni
sebagian murni berisi lemper dan sebagian hanya properti. Adapun upacara tadi
tersusun atas sambutan takmir masjid, pembacaan sholawat, dan doa bersama
yang dipimpin salah seorang sesepuh desa Wonokromo. Setelah
doa bersama, Lemper dan Gunungan itu diarak dari Masjid Karanganom menuju ke
Balai Desa Wonokromo. Adapun rute arak-arakan tersebut melewati jalan
Imogiri Timur dan menempuh jarak sekitar 2 kilometer. Lemper dan Gunungan
tersebut, diarak oleh beberapa pasukan atau bregodo (dalam bahasa jawa),
bregodo Sembrani, bregodo abang, bregodo Umbul-umbul bregodo Gamelan dan
bregod Mburi.
Jangan lupa lihat artikel menarik lainnya yaa :
Puncak Kosakora Gunungkidul
Pemandian Alam Blue Lagoon Jogja
EmoticonEmoticon